Mengenalkan anak pada freediving, sebuah olahraga ekstrim

Mengenalkan anak pada olahraga ekstrim ? No way ! Banyak orangtua yang mungkin akan menjawab begitu. Setiap orangtua pasti punya alasan untuk selalu memperhatikan keamanan anak-anaknya di mana pun. Apalagi kalau bukan karena rasa cinta. Sampai ada yang menurut saya mencapai level over protective, tidak membiarkan anak jatuh atau tidak ingin anak merasakan sakit. Tidak salah memang. Kami pun memperhatikan keamanan untuk anak, namun di sisi lain, kami memiliki pandangan berbeda.

Kami ingin Zola tumbuh menjadi anak pemberani : berani mengambil resiko dan mempertanggungjawabkannya, serta berani mendorong batasan-batasan yang ada pada dirinya. Karena itu kami berusaha mengenalkan segala hal baru untuk anak kami, berusaha berada di belakangnya untuk memberi support dan sesekali berdiri di depannya untuk membimbing.

Salah satu cara yang dilakukan adalah mengenalkannya pada olahraga dan aktivitas fisik, sampai pada olahraga yang terkesan ekstrim. Buat saya yang sudah merasakan banyak manfaat dari olahraga, olahraga mengajarkan manusia banyak hal. Ini bukan tentang ingin menjadi atlet, tapi berbagai manfaat di baliknya.

Beladiri dan berenang. Buat saya, dua cabang olahraga itu wajib menjadi bekal Zola di hidupnya. Taekwondo sudah dimulai sejak usia nya 4 tahun. Sementara berenang sudah dikenalkan sejak umurnya satu bulan. Saya membawa nya ke kolam renang umum waktu itu. Tidak heran begitu tumbuh besar, Zola sangat akrab dengan air. Baginya, berada di air menjadi sebuah sensasi dan kebahagiaan sendiri. Ini juga yang membuat saya berinisiatif mengajaknya snorkeling di tengah laut Belitung saat usianya masih balita.  Zola juga pernah bergabung dengan sebuah club renang Jakarta, sayangnya tidak bertahan lama.

Baca juga :

Berkenalan dengan freediving

Tidak ada rencana kami untuk belajar freediving sekeluarga pada mulanya. Semua berawal dari obrolan santai suami dengan seorang temannya yang sudah lama menggeluti olahraga freediving. Sebut saja om alfon atau panggilan sayangnya om popon. Dari situ, ia meracuni suami untuk ikutan freediving, kemudian merembet pada saya dan Zola. Di sinilah, petualangan freediving kami dimulai.

Petualangan ini bukannya tanpa bekal informasi, kami sempat browsing segala hal tentang freediving dan level keamanan untuk anak. Dengan berbekal info yang didapat, kami pun semakin mantap menerjunkan Zola pada olahraga ekstrim ini.

Awalnya, om popon mengajarkan kami sekeluarga teknik freediving berdasarkan pengalamannya sendiri di kolam renang apartemen kami, kemudian di kolam sedalam 5 meter di stadion aquatic, GBK. Om popon bukanlah certified freediver. Tapi lumayan sebagai pengajar pemula. Seperti sudah diduga, Zola lah yang terlihat paling mahir di antara kami dan saya lah yang paling cupu. 😀

Zola, the youngest Indonesia freediver
Dari kolam renang apartemen lanjut ke kolam renang 3 meter. Di sini belum belajar bareng Om Jason

Sejak itu saya baru sadar, anak kami memang lebih suka menyelam di bawah air daripada berenang di permukaan setiap kali dia main air. Dari situ kami mulai serius investasi pada freediving, membeli peralatan dan ikut kursus. Kami akui freediving memang bukan olahraga murah, namun jauh lebih murah daripada scuba diving dengan peralatan yang lebih kompleks.

Petualang kami tidak berhenti sampai di situ. Niat pak suami pada olahraga freediving sangat tinggi. Melihat kemampuan anaknya yang dia anggap tidak biasa, suami saya berinisiatif mencari pelatih serius. Pada kenyataannya, kemampuan Zola jauh di atas saya dan suami. Secara teknik juga jauh lebih baik. Zola lah yang lebih dulu bisa mencapai dasar kolam 5 meter effortless.

Apakah freediving aman untuk anak ?

Kelihatannya freediving memang olahraga yang ekstrim. Bagaimana tidak, freediving dilakukan dengan bergerak sambil menahan nafas di dalam air. Kita kan manusia, bukan ikan. Nanti kehabisan nafas bagaimana ? Begitu yang ditakutkan kebanyakan orang. Faktanya, freediving sebenarnya merupakan olahraga yang aman asal dilakukan dalam kondisi tubuh yang sehat (tidak memiliki gangguan kesehatan apapun), serta tahu cara melakukan dengan baik dan benar.

Freediving bukanlah hal baru untuk orang-orang suku Bajau di kawasan Indonesia Timur. Suku yang tinggal di atas perahu dan hidup nomaden ini menjadikan freediving bagian dari hidup. Mereka sudah belajar menyelam sebelum bisa merangkak dan berjalan. Di seluruh dunia, banyak anak yang usianya lebih muda dari Zola sudah mulai belajar freediving. Jadi sebenarnya freediving aman untuk anak asal dilakukan bersama dengan orang yang sudah paham. Tidak ada patokan usia ideal kapan anak memulai freediving. Anak saya memulai di usianya yang ke-10.

Bergabung dengan freedivers club, lets freedive Indonesia 

Bermodal googling, suami saya menghubungi om Jason (Jason Hakim), certified freedive instructor pertama Indonesia dan satu-satunya AIDA master instructor. AIDA merupakan asosiasi freediving internasional yang membuat standard keamanan freediving dan memberikan edukasi tentang freediving.

Pada awalnya om Jason menolak melatih Zola karena menurut standar AIDA, usia Zola masih di bawah umur. Berdasarkan aturan AIDA, untuk menjadi certified freediver syaratnya harus berusia minimal 16 tahun. Sementara, sebenarnya kami hanya ingin Zola belajar teknik yang benar dan aman sesuai standar dunia, bukan untuk menjadi certified. Namun jika mengambil kursus nya om Jason, mau tidak mau memang harus mengambil persyaratan sertifikasi.

Akhirnya setelah melihat video teknik menyelam Zola di air yang dikirimkan suami, om Jason langsung mengiyakan. “Anak ini berbakat. Saya akan buat pengecualian” katanya. Dengan begitu, Zola resmi menjadi murid termuda kedua nya om Jason, setelah murid pertama, anak bule berusia 8 tahun.

Jadilah kami bertiga diajarkan teori dan teknik menyelam tanpa tabung oksigen di dalam air. Pertama, di kedalaman kolam 5 meter di Stadion Aquatic GBK Senayan, kemudian di laut dengan kedalaman 16 meter, sesuai standar sertifikasi AIDA 2.

Bisa ketebak dong, setelah beberapa kali pertemuan dengan om Jason ditambah ujian di laut lepas, hanya Zola satu-satunya di antara kami bertiga yang sanggup menyelam di kedalaman hingga 16 meter, lebih tepatnya 17,3 meter. Hanya Zola yang lulus ujian dan berhak mendapat sertifikat. Sementara saya dan suami sampai tulisan ini dibuat belum berhasil lulus menyelam di kedalaman 16 meter. Ini membuat Zola menjadi certified freediver termuda di Indonesia.

Zola ujian AIDA
Zola with Jason Hakim, his master freediving instructor, on AIDA 2 certification
Zola dan om Jason 4
Zola was featured on Lets Freedive Indonesia instagram

Manfaat freediving pada anak

Ternyata selain disebut sebagai salah satu olahraga ekstrim di dunia, freediving memiliki banyak manfaat, bukan hanya pada anak-anak, namun pada semua freediver :

  1. Menciptakan ketenangan. Freediving harus dilakukan dalam kondisi pikiran tidak stress. Menurut Om Jason, jangan pernah freediving jika sedang stress. Tubuh membutuhkan pikiran yang rileks di dalam air sehingga bisa menyelam dengan tenang. Setelah bermain-main di dalam air, tubuh lelah, perut akan merasa lapar dan mata mengantuk. Setelah perut diisi dan tubuh diistirahatkan dengan tidur, begitu terbangun biasanya badan akan merasa lebih segar dan pikiran lebih tenang.
  2. Meningkatkan kepercayaan diri. Dengan mencapai kedalaman menyelam sejauh 17,3 meter, kepercayaan diri Zola meningkat, apalagi saat dia tau orangtuanya belum mampu menyamainya sampai saat ini. Haha.
  3. Melatih agar bisa mengontrol dan menaklukan rasa takut. Karena habitat manusia bukan di air, biasanya banyak ketakutan-ketakutan yang akan muncul begitu nyemplung di air, apalagi sampai menyelam di kedalaman tertentu, belum lagi dengan makhluk laut yang tiba-tiba saja muncul. Ketika Zola menyelesaikan menyelam dengan kedalaman lebih dari 16 meter, di sinilah dibutuhkan kemampuan untuk mengontrol dan menaklukan rasa takut.
  4. Meningkatkan kemampuan water safety skill di dalam air. Saat berada di dalam air, seorang freediver harus memahami batasan diri nya. Dia harus tahu kapan bisa turun lebih dalam, kapan saatnya naik ke permukaan dan kapan harus equalizing, menetralisir tekanan di telinga, dan lain sebagainya. Meskipun demikian, tetap saja freediver tidak boleh menyelam sendirian tanpa ditemani freediver lain. “Never freedive alone,” begitu prinsip utama yang harus dipegang teguh seorang freediver.
  5. Manfaat kesehatan. Tentunya banyak manfaat kesehatan dengan menahan nafas di dalam air, di antaranya oksigen mengalir di tubuh lebih efisien, mengurangi nyeri pada persendian, mengingkatkan fungsi-fungsi sel darah merah, memperkuat paru-paru, dan sebagainya.

Apa syarat anak bisa diajak freediving ?

Kesimpulan saya setelah menerjunkan anak saya langsung pada olahraga ini, anak-anak sangat bisa dilatih freediving dengan memperhatikan hal sebagai berikut :

  1. Salah satu atau kedua orang tua atau orang terdekat dewasa juga ikut freediving bersama anak.
  2. Harus ditemani oleh instruktur freediving atau setidaknya mengerti dan memiliki pengalaman freediving mumpuni.
  3. Anak sudah akrab dengan air dan bisa berenang minimal satu gaya.
  4. Untuk usia balita atau lebih muda sebaiknya melakukannya di kolam yang tidak terlalu dalam (kurang dari 2 meter).
  5. Untuk anak usia 5 tahun ke atas bisa dicoba di kolam dalam secara bertahap seperti yang kami lakukan. Dari kolam dangkal hingga kedalaman 5 meter atau lebih. Perhatikan batasan kemampuan anak. Tidak usah dipaksa jika ia merasa belum nyaman.
  6. Untuk di laut, wajib ditemani seseorang yang sudah jago atau bersertifikasi. Jangan hanya berduaan dengan anak dan pilih laut yang tenang tanpa ombak. Lakukan fun diving atau snorkeling saja , tidak perlu menarget kedalaman tertentu. Yang terpenting adalah menciptakan fun pada anak.
  7. Jika ingin lebih serius, silakan menghubungi Jason Hakim di Lets Freedive Indonesia. Siapa tau bisa memenuhi syarat sertifikasi sebagai freediver.

Gimana, mau nyobain freediving bersama anak ?

Baca juga :

Happy traveling ! 🙂

6 Comments Add yours

  1. mysukmana says:

    keren loh ini, pemberani banget…
    olahraga kesukaan saya juga hehehe…

    Liked by 1 person

    1. Sheika Rauf says:

      Waaaa kapan2 bisa ni kita trip barengan freediving 🙂

      Like

  2. @nurulrahma says:

    Speechlesss, keluarga ini sungguh WARBIYASAAAAKKK

    Like

    1. Sheika Rauf says:

      Terima kasih banyak 😊

      Like

  3. Moel says:

    Was keren, saya dulu sering lomba nyelam ngumpulin bintang laut zaman SD-SMP dengan kacamata khas bajo. Sekarang aktif diving ..

    Like

    1. Sheika Rauf says:

      Waaah hebat! 👍

      Like

Leave a comment